News  

MKKS SMK Swasta Jember Bantah Tuduhan Pungutan Liar, Tegaskan Iuran untuk Kepentingan Pendidikan dan Sosial

Rapat MKKS SMK Swasta Kabupaten Jember, Minggu (16/3/2025). (Foto: Istimewa)
Rapat MKKS SMK Swasta Kabupaten Jember, Minggu (16/3/2025). (Foto: Istimewa)

JEMBER – Pengurus Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Swasta Kabupaten Jember memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang menuding adanya penggalangan dana atau pungutan liar dari sekolah-sekolah.

Mereka menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Ketua MKKS SMK Swasta Jember, Dandik Hidayat, menepis informasi yang menyebutkan jumlah SMK serta besaran iuran yang diberitakan tidak akurat.

Dia juga memastikan bahwa tidak ada sekolah yang menggunakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun Bantuan Penyelenggaraan Operasional Pendidikan Provinsi (BPOPP) untuk membayar iuran MKKS.

“Jumlah SMK Swasta di Kabupaten Jember tidak sesuai dengan yang diberitakan. Besarnya iuran untuk SMK sebagai anggota MKKS juga tidak sama,” ujar Dandik.

Menurutnya, keberadaan MKKS telah diatur dalam Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.

“MKKS dibentuk untuk meningkatkan peran kepala sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. Pembentukan forum ini merupakan bagian dari upaya pengembangan keprofesian berkelanjutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Permendiknas tersebut,” tambahnya.

Iuran Berdasarkan Kesepakatan

Zaenudin, salah seorang pengurus MKKS, menjelaskan bahwa setiap organisasi membutuhkan dana untuk menjalankan program kerja.

Besaran iuran ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama, disesuaikan dengan kemampuan masing-masing sekolah, karena ada sekolah besar dan kecil.

“Dana yang terkumpul digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan, seperti Olimpiade Sains Nasional (OSN), Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN), Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N), LKS (Lomba Kompetensi Siswa), rapat koordinasi, seleksi dan pelatihan siswa, pendampingan komunitas belajar, bantuan siswa sakit, hingga santunan anak yatim,” paparnya.

Selain itu, kata Zaenudin, dana iuran juga dimanfaatkan untuk kebutuhan operasional kepala sekolah dalam menjalankan tugas kedinasan, seperti rapat koordinasi dengan Cabang Dinas (Cabdin) dan Dinas Pendidikan Provinsi.

“Apa harus jalan kaki kalau mau rapat? Tidak butuh BBM?” ujar Zaenudin dengan nada gusar, mempertanyakan soal kebutuhan operasional kepala sekolah.

Zaenudin juga membandingkan bahwa iuran serupa diterapkan di MKKS kabupaten/kota lain, termasuk di Jawa Timur.

“Mengapa hanya MKKS Kabupaten Jember yang disorot? Padahal, organisasi sejenis di daerah lain juga menjalankan hal yang sama,” katanya.

Zaenudin menekankan bahwa organisasi kemasyarakatan atau sosial tidak harus berbadan hukum, kecuali untuk organisasi politik.

Semua program MKKS, menurutnya, bertujuan untuk pengembangan diri siswa dan guru serta meningkatkan kualitas pendidikan di Jember.

Alokasi Dana Iuran

Alex, pengurus MKKS lainnya, menegaskan bahwa dana yang dikumpulkan bukan untuk kepentingan pribadi maupun pungutan bulanan rutin.

“Dana ini digunakan untuk berbagai kegiatan sosial yang bertujuan membantu warga sekolah yang membutuhkan,” jelasnya.

Beberapa peruntukan dana yang dikumpulkan, antara lain:

  • Bantuan bagi Guru dan Tenaga Kependidikan: Dana diberikan ketika ada guru atau tenaga kependidikan yang meninggal dunia sebagai bentuk kepedulian sosial.
  • Dukungan untuk Siswa Kurang Mampu: Khususnya bagi siswa yang akan melaksanakan Praktik Kerja Industri (Prakerin) dan membutuhkan seragam praktik atau sepatu khusus sebagai syarat dari perusahaan.
  • Santunan bagi Siswa Yatim Piatu: Membantu siswa yatim piatu dalam meringankan beban finansial mereka.
  • Biaya Asuransi Keselamatan Kerja: Membantu siswa kurang mampu membayar asuransi keselamatan kerja sebagai persyaratan dari perusahaan tempat mereka melakukan praktik.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Jember, Sugeng Trianto, berharap klarifikasi dari MKKS ini dapat meluruskan informasi yang beredar di masyarakat.

“Saya harap penjelasan ini bisa dipahami bahwa tidak ada pungutan liar. Yang ada adalah iuran anggota untuk organisasi, digunakan untuk kebutuhan sosial. Misalnya, menjenguk anak sakit, menyumbang ketika ada musibah atau bencana,” pungkas Sugeng.

Respon (3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *