ZONAINDONESIA.CO.ID – Kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memicu ketidakpastian global dan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja ekspor negara-negara emerging market, termasuk Indonesia. Langkah-langkah proteksionis ini tidak hanya memengaruhi hubungan dagang bilateral tetapi juga menimbulkan efek domino yang meluas ke berbagai sektor ekonomi.
Pengenaan tarif baru oleh AS telah menyebabkan penurunan ekspor dari negara-negara emerging market. Sebagai contoh, ekspor Korea Selatan mengalami penurunan sebesar 5,2% pada periode 1-20 April 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan ekspor ke AS turun 14,3% akibat tarif baru sebesar 10% dan 25% untuk sektor otomotif.
Penurunan ini mencerminkan tekanan yang dihadapi oleh negara-negara eksportir dalam menghadapi kebijakan perdagangan yang lebih ketat dari AS. Selain itu, mata uang negara-negara emerging market mengalami tekanan akibat ketidakpastian kebijakan perdagangan AS.
Investor global cenderung menghindari aset-aset di pasar negara berkembang, yang menyebabkan pelemahan nilai tukar dan volatilitas di pasar keuangan. Bank Indonesia (BI) menghadapi tantangan dalam menjaga stabilitas ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global.
Beberapa langkah yang dapat diambil oleh BI meliputi:
- Intervensi di Pasar Valuta Asing:
BI dapat melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan mencegah volatilitas yang berlebihan. - Kebijakan Moneter yang Adaptif:
Menyesuaikan suku bunga acuan untuk merespons tekanan inflasi dan menjaga daya saing ekspor Indonesia. - Diversifikasi Pasar Ekspor:
Mendorong pelaku usaha untuk mencari pasar alternatif di luar AS guna mengurangi ketergantungan terhadap satu pasar tertentu. - Penguatan Sektor Domestik:
Meningkatkan daya saing industri dalam negeri melalui reformasi struktural dan peningkatan produktivitas.
Kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS di bawah kepemimpinan Donald Trump telah memberikan dampak negatif terhadap kinerja ekspor negara-negara emerging market, termasuk Indonesia. Bank Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi sektor ekspor dari tekanan eksternal. Diversifikasi pasar ekspor dan penguatan sektor domestik menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.
Dampak kebijakan tarif Trump tidak bisa dipandang sebagai persoalan bilateral semata, tetapi merupakan cerminan dari pergeseran struktur ekonomi global yang makin mengarah pada proteksionisme. Negara-negara emerging market seperti Indonesia berada dalam posisi yang rentan karena bergantung pada ekspor komoditas dan produk manufaktur untuk menopang pertumbuhan ekonominya.
Ketika tarif dinaikkan secara sepihak oleh AS, pasar global merespon dengan kekhawatiran yang berdampak pada kontraksi permintaan dan terganggunya rantai pasok. Situasi ini menimbulkan tekanan tambahan bagi pelaku usaha di negara berkembang yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi global.
Dalam konteks ini, respons kebijakan dari lembaga seperti Bank Indonesia menjadi krusial. Intervensi moneter dan pengendalian nilai tukar tidak cukup jika tidak dibarengi dengan sinergi kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Misalnya, BI memang dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, tetapi daya saing ekspor tidak akan membaik jika biaya produksi di dalam negeri masih tinggi atau infrastruktur logistik masih belum efisien.
Oleh karena itu, pendekatan yang lebih komprehensif diperlukan agar Indonesia tidak hanya bersifat reaktif terhadap guncangan eksternal, tetapi juga membangun ketahanan jangka panjang.
Di sisi lain, langkah diversifikasi pasar ekspor yang disarankan BI sangat strategis, namun implementasinya memerlukan dukungan penuh dari pelaku industri dan pemerintah.
Masih banyak peluang ekspor ke pasar non-tradisional seperti Afrika, Asia Selatan, dan Eropa Timur yang belum digarap secara optimal. Hal ini menuntut diplomasi dagang yang aktif dan intensif, serta reformasi dalam sistem perizinan ekspor agar lebih responsif dan efisien. Di tengah dinamika geopolitik yang tidak menentu, Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum dengan memperkuat posisi tawarnya dalam perdagangan internasional.
Kesimpulannya, efek domino dari tarif Trump telah menjadi pengingat keras bahwa ketergantungan pada satu atau dua mitra dagang utama adalah kebijakan yang rawan. Indonesia harus bergerak menuju strategi pembangunan ekonomi yang lebih berimbang dan resilien.
Bank Indonesia bersama pemangku kebijakan lainnya dituntut untuk bersikap progresif, adaptif, dan kolaboratif. Masa depan ekspor Indonesia tidak hanya bergantung pada kondisi global, tetapi juga pada kemauan dan kemampuan internal dalam memperbaiki struktur ekonomi nasional.
Penulis: Nuril Fajar Sidqin, Mahasiswa Ekonomi Pembangunan UMM (Universitas Muhammadiyah Malang)