JEMBER – Program J-Keren (Jember Pasti Keren), yang selama ini menyediakan layanan kesehatan gratis untuk warga Kabupaten Jember hanya dengan menunjukkan KTP, bakal berakhir pada 31 Desember 2024.
Setelah program ini berakhir, mulai 1 Januari 2025, pelayanan di tiga Rumah Sakit Daerah (RSD) yakni dr Soebandi, Balung, dan Kalisat, hanya berlaku untuk pasien BPJS, umum, atau pengguna asuransi kesehatan lainnya.
Penghentian program ini menuai tanggapan dari banyak pihak, termasuk Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Jember, David Handoko Seto.
David menyayangkan berakhirnya J-Keren, meski ia menilai program tersebut sejak awal sudah memiliki berbagai persoalan serius, terutama terkait regulasi dan dampak keuangan daerah.
“Secara manusiawi, saya menyesalkan penghentian J-Keren ini. Tapi, dari awal, program ini sudah bertentangan dengan regulasi di atasnya. Apa yang saya prediksi beberapa waktu lalu akhirnya terbukti, bahwa J-Keren ini akan berakhir di penghujung 2024,” ujar David, Jumat (27/12/2024).
Program Tak Sesuai Regulasi
David menjelaskan, layanan kesehatan gratis sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah pusat melalui mekanisme Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Warga tidak mampu bisa mengakses layanan kesehatan gratis dengan menggunakan surat keterangan dari kepala desa atau camat.
“Sebenarnya, tanpa J-Keren pun, layanan kesehatan gratis untuk masyarakat tidak mampu sudah diamanatkan oleh pemerintah pusat dan provinsi melalui SPM. Tapi di Jember maunya keren-kerenan. Akhirnya, masyarakat malah kebingungan. Banyak warga yang benar-benar berhak justru tidak terlayani dengan baik,” ungkapnya.
David menilai konsep J-Keren memang menarik, tetapi implementasinya tidak mempertimbangkan kemampuan anggaran daerah.
Program ini memungkinkan siapa saja ber-KTP Jember, tanpa memandang status ekonomi, untuk mendapatkan layanan gratis, sehingga berdampak pada lonjakan biaya yang harus ditanggung daerah.
Utang Rp160 Miliar dan Dampaknya
Menurut David, salah satu dampak buruk dari J-Keren adalah membengkaknya beban keuangan daerah hingga meninggalkan utang sebesar Rp160,6 miliar.
Kondisi ini, katanya, menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan pelayanan kesehatan di Jember.
“Orang-orang mampu yang sebelumnya membayar BPJS mandiri justru berhenti karena merasa cukup hanya menggunakan KTP. Akibatnya, pembiayaan J-Keren membengkak, dan sekarang meninggalkan utang yang luar biasa besar,” katanya.
Ia menegaskan, utang ini menjadi persoalan besar yang harus diselesaikan oleh Bupati Jember mendatang, Gus Fawait, yang dijadwalkan dilantik pada 10 Februari 2025.
“Kalau utang ini dibayar dengan APBD, itu melanggar aturan. Tapi kalau tidak dibayar, rumah sakit dan 50 Puskesmas di Jember bisa kolaps (mendadak berhenti – red). Hari ini saja pelayanan sudah terganggu. Obat-obatan mulai di-lock, dan banyak kebutuhan medis lainnya terhambat,” tegas David.
Untuk itu, David berharap pemerintahan berikutnya dapat merumuskan solusi yang lebih baik untuk memberikan layanan kesehatan gratis kepada masyarakat miskin, tanpa membebani keuangan daerah.
“Apapun itu, PR ini harus diselesaikan. Saya yakin Gus Fawait akan segera mencari solusi untuk mengatasi masalah ini (utang Rp160,6 miliar pada tiga RSD – red),” tutup David.
Diketahui, program J-Keren diluncurkan pada 1 Juni 2022 oleh Bupati Jember Hendy Siswanto dan Wakil Bupati Jember MB Firjaun Barlaman.