JEMBER – Pernyataan Bupati Jember Hendy Siswanto yang menyebutkan bahwa honor guru ngaji pada tahun 2025 diprogramkan akan naik menjadi Rp2,5 juta per orang menuai sorotan tajam dari DPRD Jember.
Anggota DPRD Jember Komisi D Fraksi Gerindra, Alfian Andri Wijaya, menilai pernyataan tersebut sebagai pembohongan publik.
Menurut Alfian, berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) tahun anggaran 2025 yang dibahas di Komisi D, total anggaran untuk honor guru ngaji adalah Rp33 miliar untuk 22.000 penerima.
Artinya, setiap guru ngaji hanya akan mendapatkan Rp1,5 juta, bukan Rp2,5 juta seperti yang diklaim oleh Bupati Hendy.
“Ini mengapa Bupati membohongi publik dengan mengatakan tahun 2025 per guru ngaji dapat insentif (honorarium) Rp2,5 juta? Jelas ini Bupati Hendy statemennya telah membohongi publik,” tegas Alfian, Kamis (12/12/2024).
Alfian juga menyoroti kemungkinan adanya perubahan dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2025 untuk menaikkan honor tersebut.
Menurut Alfian, hal itu tidak relevan karena perubahan APBD tahun 2025 akan menjadi kewenangan bupati baru yang akan dilantik pada 10 Februari 2025.
“Seandainya Bupati Hendy bermaksud melakukan perubahan pada PAK, itu terlalu dini dan sudah tidak menjadi kewenangannya. Perubahan APBD 2025 akan menjadi kewenangan bupati baru yang dilantik nanti,” kata Alfian.
Alfian juga mengungkapkan bahwa Kepala Bagian Kesra, Mishoddaq, mengaku bingung dengan pernyataan Bupati Hendy tersebut.
“Saya sudah menghubungi Kabag Kesra, Pak Mishoddaq. Beliau kaget dan bingung dari mana sumber anggaran untuk kenaikan itu. Dalam RKA yang diajukan ke Komisi D dan sudah kami setujui, tidak ada kenaikan insentif (honor) guru ngaji,” tambahnya.
Alfian menduga, pernyataan Bupati Hendy bisa menjadi upaya untuk menciptakan kegaduhan politik.
Jika nantinya honor sebesar Rp2,5 juta per penerima tidak terealisasi, hal ini dapat memunculkan persepsi bahwa bupati baru yang bertanggung jawab atas penurunan nominal tersebut.
“Bupati Hendy sengaja membuat gaduh. Seolah-olah jika nanti tidak terealisasi Rp2,5 juta per penerima, maka bupati baru yang dituduh menurunkan besaran nominalnya. Padahal, dalam RKA Bagian Kesra 2025, tidak pernah ada kenaikan insentif (honor) guru ngaji. Anggarannya tetap Rp1,5 juta per orang,” ujar Alfian.
Lebih lanjut, Alfian mengingatkan bahwa seorang pemimpin boleh saja melakukan kesalahan, tetapi tidak boleh berbohong kepada rakyat.
“Pemimpin boleh salah, tapi tidak boleh berbohong. Itu kualat rakyat kalau berbohong,” pungkasnya.
I love it when people come together and share opinions, great blog, keep it up.
you’ve gotten a terrific weblog right here! would you like to make some invite posts on my blog?